Meski pemilu masih beberapa bulan lagi, tapi atmosfir di dalam negeri ini sudah dipenuhi dengan asap kampanye. Berbagai parpol sudah ada yang mencuri – curi start, meskipun dikemas dalam bentuk yang tidak menyerupai kampanye; entah itu temu kader, konvensi partai, rapat koordinasi, iklan di media cetak dan elektronik sampai ke bakti sosial dan sumbangan – sumbangan ke daerah miskin atau pun daerah bencana alam.
Hajatan besar lima tahunan ini memakan biaya triliunan rupiah dari uang rakyat dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Sebenarnya, apa sih yang menjadi tujuan Pemilu sehingga seluruh rakyat gegap gempita menyambutnya ...? Namanya juga pesta rakyat, walaupun yang menuai hasilnya adalah para politisi dan pejabat. Tapi, sayang seluruh rakyat ini matanya masih tertutup. Mereka masih tertipu oleh keuntungan yang sesaat, daripada memikirkan 4 tahun ke depan. Apakah kehidupannya bakal berubah atau tidak ...? Dan faktanya adalah kehidupan seluruh rakyat malah semakin menderita.
Menurut pakar politik, Pemilu itu adalah pesta demokrasi, pestanya rakyat; karena demokrasi merupakan cerminan dari aspirasi rakyat untuk memilih para wakilnya yang duduk di parlemen, sekaligus untuk memilih pemimpin yang diidam-idamkannya. Wakil-wakil rakyat itulah yang bakal menjadi penyambung lidah rakyat, katanya; dan pemimpin itu pula yang menjalankan kehendak dan keinginan rakyat menuju masyarakat dan negara yang demokratis. Lalu, apa benar bahwa para wakil rakyat itu menjadi lidah penyambung aspirasi rakyat ...? Apa benar juga sang pemimpin yang terpilih itu menjalankan kehendak rakyatnya ...? Sayang faktanya justru berbicara lain. Alih-alih membela kepentingan rakyat, para wakil rakyat dan pemimpin yang terpilih selama ini justru lebih banyak mengagendakan kepentingan pribadi, keluarga, kepentingan kolega bisnis atau paling banter partainya. Lalu bagaiman dengan rakyatnya sendiri, habis manis sepah dibuang.
Akan tetapi, apa itu alasannya sehingga kita berlepas diri...? Tentu saja bukan. Kita yang mengaku Muslim yang menaati Alloh SWT dan Rasul-Nya, serta yang menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunah itu sebagai rujukan dalam seluruh aspek kehidupan harus memperhatikan beberapa kenyataan berikut ini;
Pertama, demokrasi merupakan sistem kufur yang dibangun berdasarkan pemisahan agama dari kehidupan. Seluruh perkara di dalam demokrasi itu berasal dari - dan ditujukan pada manusia, bukan dari - dan Alloh SWT. Manusia dianggap sebagai sumber tasyři’ ( perundang-undangan ). Merekalah yang mengeluarkan peraturan terhadap seluruh urusan kehidupan mereka, dengan metode yang mereka pilih. Hal ini, merupakan bentuk kekufuran kepada Alloh SWT dan bertentangan dengan akidah Islam secara total. Alloh SWT, berfirman dalam QS. Al-A’raf [7] : 54;
Silahkan buka Al – Qur’annya.
Demokrasi sama artinya dengan mengabaikan otoritas Alloh SWT dan Rasul-Nya sebagai Syảri’ ( Pembuat Hukum ), dan digantikan oleh manusia ( rakyat ) sebagai pihak yang berdaulat. Ini sesuai dengan prinsip sekularisme ( pemisahan agama dengan urusan kehidupan; pemisahan agama dengan arena politik; pemisahan agama dengan urusan – urusan dunia ) yang selama ini dipropagandakan dan dijalankan oleh peradaban Barat yang kafir. Wajar jika negara – negara Barat selalu men - support jargon – jargon demokrasi dan mendorong Pemilu yang demokratis ( menurut mereka ). Dengan demikian, pesta demokrasi hakikatnya adalah pesta kekufuran yang melibatkan rakyat seluruh negeri.
Kedua, sebagian parpol Islam yang terlibat dalam Pemilu mengatakan bahwa kaum Muslim mampu mencapai penerapan hukum Islam melalui jalan usulan untuk penerapan syariat di parlemen. Menurut saya, pandangan ini tidak bisa di terima, sebab hal ini berarti tidak menjadikan Islam sebagai asas karena Islam adalah dĭn yang wajib kita terapkan, tetapi karena diterima oleh mayoritas masyarakat. Itu jika pandangan orang – orang yang mempropragandakan penerapam Islam untuk menjadi mayoritas di parlemen bisa di toleransi. Namun, kenyataannya, sistem ( pemerintahan ) kufur di Dunia Islam tidak mentoleransi hal itu. Sistem demokrasi memang mengkehendaki adanya orang – orang yang mengangkat syiar – syiar Islam di parlemen sebagai bentuk permainan peran oposisi, untuk menyempurnakan pentas demokrasi, dan menampakkan adanya pluralitas seluruh kelompok – kelompok politik dalam setiap keputusan yang mereka ambil. Seandainya parpol Islam berhasil seluruhnya di dalam pemilihan, mereka tetap tidak akan berhasil mencapai jumlah yang diminta untuk menerapkan hukum Islam di suatu negeri. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi, sementara mereka sendiri telah bersumpah sebelum masuk ( menjadi anggota ) parlemen untuk menjaga undang – undang dasar yang ada ...?! Kenyataan yang ada membuktikan bahwa keberhasilan partai – partai politik yang mengangkat syiar – syiar Islam, seperti yang ada di Turki, adalah setelah mereka memberikan jaminan ( garansi ) terhadap para penguasa untuk tetap menjaga sekularisme di negara itu. Jika hal itu tidak dilakukan, tentu saja mereka tidak diizinkan untuk mengikuti Pemilu. Bukti nyata atas hal ini adalah apa yang terjadi di Aljazair.
Ketiga, banyak parpol Islam yang terlibat dalam Pemilu membenarkan perbuatan mereka, dengan dalih, kita tidak ingin membiarkan lapangan ini untuk orang – orang yang tidak bertaqwa; dan kami memilih orang yang lebih baik ( shalih ) untuk aktivitas tersebut. Apa jadinya, menurut mereka, apabila pemerintahan dan kekuasaan dikuasai oleh orang – orang kafir, orang – orang zalim, munafik dan fasik ...? kami mengatakan kepada mereka, yang mengatakan itu, bahwa memilih yang lebih baik bisa dilakukan terhadap perbuatan yang direstui oleh Islam. Namun, jika perbuatan itu diharamkan, bahkan keharamannya amat besar di sisi Alloh SWT, yaitu bersandar pada selain syariat Alloh SWT, maka tidak dibolehkan memilih yang baik ( shalih ) atau pun yang tidak baik untuk itu. Orang – orang yang shalih lagi bertaqwa tidak akan mengajukan diri mereka menjadi wakil dari manusia dalam hal pembuatan hukum – hukum selain Alloh SWT.
Jika demikian kenyataannya, apa yang sebenarnya dicari oleh oleh kaum Muslim...? Lalu, bagi parpol Islam, apa yang sebenarnya yang anda cari...? Maka dari itu, kaum Muslim harus lebih berhati – hati jika ingin ikut dalam Pemilu. Jangan sampai kita termasuk ke dalam golongan yang Alloh SWT ceritakan didalam Al – Qur’an Surat Al – Ma’idah ayat : 51, 55, dan 57.
Bahkan Alloh SWT bertanya kepada kita semua didalam Al – Qur’an Surat Al – Ma’idah ayat : 50 . Silahkan jawab sendiri ...?
Tapi sebelumnya silahkan buka Al – Qur’annya.
Semoga bermanfaat, amien.
Sumber : Majalah Al – Wa’ie
Hajatan besar lima tahunan ini memakan biaya triliunan rupiah dari uang rakyat dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Sebenarnya, apa sih yang menjadi tujuan Pemilu sehingga seluruh rakyat gegap gempita menyambutnya ...? Namanya juga pesta rakyat, walaupun yang menuai hasilnya adalah para politisi dan pejabat. Tapi, sayang seluruh rakyat ini matanya masih tertutup. Mereka masih tertipu oleh keuntungan yang sesaat, daripada memikirkan 4 tahun ke depan. Apakah kehidupannya bakal berubah atau tidak ...? Dan faktanya adalah kehidupan seluruh rakyat malah semakin menderita.
Menurut pakar politik, Pemilu itu adalah pesta demokrasi, pestanya rakyat; karena demokrasi merupakan cerminan dari aspirasi rakyat untuk memilih para wakilnya yang duduk di parlemen, sekaligus untuk memilih pemimpin yang diidam-idamkannya. Wakil-wakil rakyat itulah yang bakal menjadi penyambung lidah rakyat, katanya; dan pemimpin itu pula yang menjalankan kehendak dan keinginan rakyat menuju masyarakat dan negara yang demokratis. Lalu, apa benar bahwa para wakil rakyat itu menjadi lidah penyambung aspirasi rakyat ...? Apa benar juga sang pemimpin yang terpilih itu menjalankan kehendak rakyatnya ...? Sayang faktanya justru berbicara lain. Alih-alih membela kepentingan rakyat, para wakil rakyat dan pemimpin yang terpilih selama ini justru lebih banyak mengagendakan kepentingan pribadi, keluarga, kepentingan kolega bisnis atau paling banter partainya. Lalu bagaiman dengan rakyatnya sendiri, habis manis sepah dibuang.
Akan tetapi, apa itu alasannya sehingga kita berlepas diri...? Tentu saja bukan. Kita yang mengaku Muslim yang menaati Alloh SWT dan Rasul-Nya, serta yang menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunah itu sebagai rujukan dalam seluruh aspek kehidupan harus memperhatikan beberapa kenyataan berikut ini;
Pertama, demokrasi merupakan sistem kufur yang dibangun berdasarkan pemisahan agama dari kehidupan. Seluruh perkara di dalam demokrasi itu berasal dari - dan ditujukan pada manusia, bukan dari - dan Alloh SWT. Manusia dianggap sebagai sumber tasyři’ ( perundang-undangan ). Merekalah yang mengeluarkan peraturan terhadap seluruh urusan kehidupan mereka, dengan metode yang mereka pilih. Hal ini, merupakan bentuk kekufuran kepada Alloh SWT dan bertentangan dengan akidah Islam secara total. Alloh SWT, berfirman dalam QS. Al-A’raf [7] : 54;
Silahkan buka Al – Qur’annya.
Demokrasi sama artinya dengan mengabaikan otoritas Alloh SWT dan Rasul-Nya sebagai Syảri’ ( Pembuat Hukum ), dan digantikan oleh manusia ( rakyat ) sebagai pihak yang berdaulat. Ini sesuai dengan prinsip sekularisme ( pemisahan agama dengan urusan kehidupan; pemisahan agama dengan arena politik; pemisahan agama dengan urusan – urusan dunia ) yang selama ini dipropagandakan dan dijalankan oleh peradaban Barat yang kafir. Wajar jika negara – negara Barat selalu men - support jargon – jargon demokrasi dan mendorong Pemilu yang demokratis ( menurut mereka ). Dengan demikian, pesta demokrasi hakikatnya adalah pesta kekufuran yang melibatkan rakyat seluruh negeri.
Kedua, sebagian parpol Islam yang terlibat dalam Pemilu mengatakan bahwa kaum Muslim mampu mencapai penerapan hukum Islam melalui jalan usulan untuk penerapan syariat di parlemen. Menurut saya, pandangan ini tidak bisa di terima, sebab hal ini berarti tidak menjadikan Islam sebagai asas karena Islam adalah dĭn yang wajib kita terapkan, tetapi karena diterima oleh mayoritas masyarakat. Itu jika pandangan orang – orang yang mempropragandakan penerapam Islam untuk menjadi mayoritas di parlemen bisa di toleransi. Namun, kenyataannya, sistem ( pemerintahan ) kufur di Dunia Islam tidak mentoleransi hal itu. Sistem demokrasi memang mengkehendaki adanya orang – orang yang mengangkat syiar – syiar Islam di parlemen sebagai bentuk permainan peran oposisi, untuk menyempurnakan pentas demokrasi, dan menampakkan adanya pluralitas seluruh kelompok – kelompok politik dalam setiap keputusan yang mereka ambil. Seandainya parpol Islam berhasil seluruhnya di dalam pemilihan, mereka tetap tidak akan berhasil mencapai jumlah yang diminta untuk menerapkan hukum Islam di suatu negeri. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi, sementara mereka sendiri telah bersumpah sebelum masuk ( menjadi anggota ) parlemen untuk menjaga undang – undang dasar yang ada ...?! Kenyataan yang ada membuktikan bahwa keberhasilan partai – partai politik yang mengangkat syiar – syiar Islam, seperti yang ada di Turki, adalah setelah mereka memberikan jaminan ( garansi ) terhadap para penguasa untuk tetap menjaga sekularisme di negara itu. Jika hal itu tidak dilakukan, tentu saja mereka tidak diizinkan untuk mengikuti Pemilu. Bukti nyata atas hal ini adalah apa yang terjadi di Aljazair.
Ketiga, banyak parpol Islam yang terlibat dalam Pemilu membenarkan perbuatan mereka, dengan dalih, kita tidak ingin membiarkan lapangan ini untuk orang – orang yang tidak bertaqwa; dan kami memilih orang yang lebih baik ( shalih ) untuk aktivitas tersebut. Apa jadinya, menurut mereka, apabila pemerintahan dan kekuasaan dikuasai oleh orang – orang kafir, orang – orang zalim, munafik dan fasik ...? kami mengatakan kepada mereka, yang mengatakan itu, bahwa memilih yang lebih baik bisa dilakukan terhadap perbuatan yang direstui oleh Islam. Namun, jika perbuatan itu diharamkan, bahkan keharamannya amat besar di sisi Alloh SWT, yaitu bersandar pada selain syariat Alloh SWT, maka tidak dibolehkan memilih yang baik ( shalih ) atau pun yang tidak baik untuk itu. Orang – orang yang shalih lagi bertaqwa tidak akan mengajukan diri mereka menjadi wakil dari manusia dalam hal pembuatan hukum – hukum selain Alloh SWT.
Jika demikian kenyataannya, apa yang sebenarnya dicari oleh oleh kaum Muslim...? Lalu, bagi parpol Islam, apa yang sebenarnya yang anda cari...? Maka dari itu, kaum Muslim harus lebih berhati – hati jika ingin ikut dalam Pemilu. Jangan sampai kita termasuk ke dalam golongan yang Alloh SWT ceritakan didalam Al – Qur’an Surat Al – Ma’idah ayat : 51, 55, dan 57.
Bahkan Alloh SWT bertanya kepada kita semua didalam Al – Qur’an Surat Al – Ma’idah ayat : 50 . Silahkan jawab sendiri ...?
Tapi sebelumnya silahkan buka Al – Qur’annya.
Semoga bermanfaat, amien.
Sumber : Majalah Al – Wa’ie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi yang pingin berbagi ilmu tentang bisnis internet silahkan atau yang mo share pendapat tentang masalah islami.